PENGARUH
ETHANOL TERHADAP KESEPATAN BUAH SALAK
Oleh
muhammad junaidi
Jurusan fisika
Universitas ikip mataram
ABSTRACT
Salak (Salaca edulis Reinw.)
is one of Indonesia’s
indigenous tropical fruits, which has given a priority being developed as one
of an export horticultural commodity. One of problems which causes in
difficulty of marketing of this fruit is that it contains high concentration of
tannin of which gives an astringent taste of the fruit. Therefore, this research has tried to reduce
this taste by applying ethanol solution and vapor to the intact fruits.
The result indicated that by applying
ethanol both as solution and vapour has significantly reduced the concentration
of tannin of the salak fruit. Other beneficial effects of ethanol were to increase
the total soluble solid and reduce the acidity of the fleshy part of the
fruit. All these effects could bring a
new market development for salak fruit.
Further research, however, should be performed to identify the minimum
concentration of ethanol in the fleshy of the fruit to give significant
reduction of the tannin and the threshold concentration of ethanol to give a taste
of ethanol in the fleshy fruit.
Kata kunci: Salak, ethanol, ethyl alcohol, astringency,
senyawa volatile
PENDAHULUAN
Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah satu buah unggulan daerah
Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena potensinya yang
tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan sebagai
komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah
memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Disamping itu keragaman
genetiknya yang tinggi memungkinkan tanaman dikembangkan untuk memperoleh
varietas-varietas unggulan (Poerwanto, 2000). Salak
Bali adalah produk organik yang di dalam pengembangannya pada umumnya tidak
menggunakan bahan kimia buatan, baik berupa pestisida maupun pupuk. Buah salak Bali mempunyai
kekhasan tersendiri dalam citarasa dibandingkan dengan varietas salak lainnya
di Indonesia.
Bahkan Hutton (1996) menyebutkan bahwa salak yang tumbuh di daerah Sibetan,
Kabupaten Karangasem-Bali dan sekitarnya adalah salak terbaik dibandingkan
dengan salak lainnya di Asia.
Luas panen dari tanaman salak di Bali meningkat
secara nyata dari tahun ke tahun. Data
dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali (2000) menunjukkan bahwa dari
tahun 1997 ke 1998 terjadi peningkatan luas panen sebesar 23% dan pada tahun
1999 meningkat lagi sebanyak 30%.
Produksi pada tahun 1998
diperkirakan sebanyak 36.473 ton (Data Bali Membangun, 1999), namun yang
tercatat untuk diantar pulaukan pada tahun yang sama dengan tujuan DKI Jakarta,
Jateng, Jatim dan NTB adalah sebanyak 4.497 ton dan tidak terdapat data yang
menunjukkan bahwa buah ini telah diekspor (Diperta Pangan Propinsi Bali, 2000).
Memperhatikan perbandingan data tersebut dan dengan asumsi bahwa jumlah yang
diantar pulaukan selain ke daerah yang tersebut di atas adalah lebih kecil,
maka sebagian besar produksi diperkirakan masih berada di daerah Bali. Tidak
terdapat data pasti tentang jumlah penggunaan akhir buah salak di daerah Bali,
seperti konsumsi lokal, pengolahan dan untuk kegiatan ritual, bahkan
diperkirakan banyak dari buah salak ini mengalami kerusakan dan pembusukan atau
nilainya menjadi sangat rendah pada periode musim panen.
Salah satu kendala di dalam pemasaran buah salak
adalah adanya rasa sepet (astringent) yang
relatif cukup tinggi terkecuali salak varietas gula pasir. Tampaknya rasa sepat inilah yang juga menjadi kendala
pengembangan untuk bisa masuk pasar internasional. Di jepang, rasa sepat buah
persimon telah mampu dikurangi dengan cara memberikan perlakuan ethanol
(Yamada, 1994). Dengan perlakuan uap ethanol, water-soluble tanins yang menyebabkan rasa sepat menjadi
terkondensasi dan tidak larut (insoluble)
yang selanjutnya teroksidasi dicirikan dengan warna agak gelap pada daging buah
dan rasa sepat menjadi jauh berkurang. Yamada (1994) menambahkan rasa sepat
pada buah persimon ini dapat dihilangkan dengan perlakuan 140 mL ethanol di
dalam kemasan box 15 kg selama 10-14 hari pada suhu kamar. Untuk menghindari
terjadinya penggelapan warna pada daging buah yang disebabkan kelembaban
tinggi, maka di dalam box tersebut ditambahkan bahan penghisap uap air.
Perlakuan ethanol pada buah-buahan
lainnya telah pula dilaporkan mampu meningkatkan mutu sensoris, kadar gula dan
ratio gula-asam pada buah blueberries, tomat dan pear (Paz et al., 1981).
Menurunnya kemasaman dan meningkatnya rasio gula-asam dari jeruk Valencia yang
disimpan di dalam atmosfer termodifikasi disebabkan oleh meningkatnya kadar
ethanol dan acetaldehyde di dalam buah (Pesis dan Avisar, 1989). Keuntungan
aplikasi ethanol telah pula dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan in-vitro mikroorganisme pembusuk
buah-buahan dan sayur-sayuran seperti Rhizopus
stolonifer, Penicillium digitatum, Coletotrichum musae, Erwinia carotovora dan
Pseudomonas aeroginosa (Utama, 1997).
Berdasarkan kemampuan ethanol dalam
menurunkan rasa sepat buah kesemek dan kemampuan lainnya dari senyawa volatile
ini maka telah dicobakan perlakuan ethanol terhadap buah salak dengan tujuan
untuk menurunkan tingkat kesepatannya.
METODA PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Buah Salak. Buah salak varietas Nangka dibeli langsung di kebun di desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali. Buah dipanen dengan perkiraan kematangan yang sama dan selanjutnya diangkut menuju Laboratoium Program Studi Teknologi Pertanian UNUD di Kampus Sudirman Denpasar. Selanjutnya buah disortir dengan ukuran yang sama dan tanpa kerusakan fisik, kemudian dibersihkan dari durinya. Buah bebas duri ini, selanjutnya siap diperlakukan dengan ethanol.
Kadar Tanin. Kadar tanin buah dari perlakuan ethanol baik dengan cara pencelupan ke dalam larutan ethanol dan perlakuan dengan uap ethanol serta kontrol diamati pada hari ke dua, empat dan delapan setelah perlakuan. Prosedur penentuan kadar tanin adalah seperti dijelaskan berikut ini (Ranganna, 1986).
Pada 750 mL air ditambahkan 100 g sodium tungstat,
dan 20 g asam posfomolibdat dan 50 mL dari 85% asam posforat. Campuran di
reflux selama 2 jam dan dinginkan sampai 25oC dan larutkan sampai 1L
dengan air. Ke dalam 100 mL air tambahkan 35 g sodium karbonat anhidrous,
dilarutkan pada suhu 70-80oc dan dinginkan satu malam. Sementara itu dilarutkan 100 mg asam tanat
dalam 1 L air. Persiapkan larutan baru
untuk setiap determinasi (1 mL = 0.1 mg asam tanat).
Untuk persiapan larutan standard, pipet 0-10 mL
dari larutan standard asam tanat ke dalam tabung volumetrik mengandung 75 mL
air. Tambahkan 5 mL reagen Folin-Denis dan 10 mL larutan Na2CO3
ke dalam setiap tabung volumetrik dan takar sampai 100 mL dengan air.
Campurkan dengan baik dan ukur warna setelah 30 menit pada 760 nm terhadap
blank yang di sesuaikan pada absorbansi 0.
Sampel dipersiapkan dimana 5 g bahan di didihkan
selama 30 menit dengan 400 mL air, dinginkan, transfer ke dalam 500 mL tabung
volumetrik dan takar sampai tanda. Digoyangkan dengan baik dan disaring dan
siap diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Penentuan kadar tanin yaitu
dengan kalkulasi sebagai berikut:
Total Padatan Terlarut. Pengukuran dilakukan pada hari yang sama dengan pengukuran kadar tanin
terhadap juis salak dengan menggunakan hand
refractometer (Bellingham and Stanley Ltd., London) pada suhu 20oC.
Total Asam. Juice dari buah salak disaring dengan kertas saring Whatman
No.4. Sebanyak 10 mL dipipet ke dalam
bejana beaker. Seketar 100 mL air distilasi ditambahkan dan campuran dititrasi
dengan 0.1 N NaOH sampai pH 8.1 menggunakan
pH-meter. Jumlah NaOH yang dibutuhkan dicatat dan digunakan untuk menghitung
total asam. Total asam diekspresikan sebagai persen dari asam dominan dalam
buah, asam malat, dan formula yang digunakan untuk perhitungan adalah:
% Total asam = (berat
eqivalent asam x Normalitas NaOH x titer)/berat sampel
Rancangan Percobaan
Untuk
mengetahui apakah ethanol berpengaruh terhadap rasa sepat, maka dua percobaan
terpisah dilakukan dengan waktu berbeda. Pertama adalah perlakuan buah salak
dengan larutan ethanol dengan konsentrasi 0% (aquades), 25%, 50% dan 75 %
ethanol dalam aquades. Kontrol, yaitu tanpa perlakuan aquades maupun ethanol,
disediakan pula sebagai pembanding, dan ulangan adalah sebanyak dua kali. Buah
setelah diperlakukan ditempatkan pada suhu ruang 20oC. Jumlah buah
per unit percobaan adalah 20 buah.
Percobaan kedua adalah dengan memperlakukan buah salak dengan uap
ethanol. Buah sebanyak 20 ditempatkan
dalam kantong plastik polietilen (ketebalan 50 um) dengan volume headspace 5 L.
Volume ethanol yang berbeda dalam petridish terbuka ditempatkan di dalam kantong
plastik. Volume yang
dimaksud adalah 0 mL, 5 mL, 10 mL, 15 mL dan 20 mL per kantong. Buah diperlakukan dengan uap ethanol di dalam
kantong plastik adalah selama 24 jam dan untuk selanjutnya plastik dibuka dan
buah ditempatkan pada suhu 20oC. Ulangan adalah sebanyak dua kali.
Masing-masing
percobaan terpisah di atas dirancang dengan rancangan acak lengkap (RAL).
Keragaman data dianalisis secara statistika menggunakan perangkat lunak
SPSS. Uji beda rata-rata perlakuan
dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) bila didapatkan keragaman
data berbeda nyata atau sangat nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Tanin
Tabel 1
dan 2 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan kadar tanin buah secara nyata
akibat perlakuan ethanol pada konsentrasi tertentu baik berupa larutan maupun
berupa uap. Penurunan ini akan semakin jelas dengan semakin bertambahnya umur
simpan. Penurunan berarti terhadap kadar tanin terjadi akibat perlakuan larutan
ethanol 50% yang di amati pada hari ke-2 dan 4, dan setelah pada hari ke-8 konsentrasi
ethanol 25% juga memberikan pengaruh nyata terhadap kadar tanin dibandingkan
dengan kontrol dan 0% larutan ethanol.
Perlakuan
dengan uap ethanol, hanya dengan menempatkan 10 mL ethanol didalam plastik
dimana 20 buah ditempatkan sudah secara nyata menurunkan kadar tanin buah
selama penyimpanan dibandingkan dengan kontrol dan tanpa ethanol dalam kantong
plastik. Peranan ethanol adalah terjadinya kondensasi tanin sehingga tanin yang
larut dalam air menjadi tidak larut dan rasa sepat menjadi tidak terasa. Perubahan tanin tersebut dapat diikuti dengan
dengan proses oksidasi dari tanin yang tidak larut dalam air tersebut yang
dapat dicirikan dengan adanya perubahan warna coklat daging buah kesemek
(Yamada,1994). Namun Yamada mencurigai bahwa yang berperan dalam perubahan
tanin tersebut adalah acetaldehyde.
Senyawa ini dapat dibentuk dari ethanol yang masuk atau yang telagh ada dalam
buah dengan melibatkan enzim alkohol dehidrogenase. Hal ini didukung dengan data pada Tabel 1 dan
2 bahwa semakin panjang umur simpan maka semakin menurun kadar tanin buah baik
pada kontrol maupun pada buah yang diperlakukan dengan ethanol.
Tabel 1. Kadar
tanin buah salak akibat pencelupan ke dalam berbagai konsentrasi larutan
ethanol selam penyimpanan pada suhu 20oC.
Perlakuan
pencelupan
|
Kadar
tanin (%)
|
||
dalam
larutan ethanol
|
Hari
ke-2
|
Hari
ke-4
|
Hari
ke-8
|
Kontrol
|
0.26 a
|
0.24 a
|
0.22 a
|
0%
|
0.26 a
|
0.24 a
|
0.22 a
|
25%
|
0.26 a
|
0.23 a
|
0.20 b
|
50%
|
0.24 b
|
0.21 b
|
0.19 c
|
75%
|
0.24 b
|
0.20 b
|
0.18 c
|
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan
pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Tabel 2. Kadar
tanin buah salak akibat perlakuan uap ethanol dalam kantong plastik PE selama
24 jam selam penyimpanan pada suhu 20oC.
Perlakuan
volume
|
Kadar
tanin (%)
|
||
ethanol per kantong plastik
|
Hari
ke-2
|
Hari
ke-4
|
Hari
ke-8
|
Kontrol
|
0.28 a
|
0.28 ab
|
0.25 a
|
0
mL
|
031 b
|
0.28 a
|
0.23 b
|
5
mL
|
0.28 b
|
0.27 b
|
0.23 b
|
10
mL
|
0.25 d
|
0.22 d
|
0.19 c
|
15
mL
|
0.28 b
|
0.24 c
|
0.18 c
|
20
mL
|
0.26 c
|
0.22 d
|
0.16 d
|
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan
pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Volume headspace kantong plastik 5 L.
Dengan
semakin lama masa simpan proses pemasakan semakin lama terjadi dimana ethanol
dan acetaldehyde dalam buah umumnya juga meningkat (Wills et al., 1997).
Peningkatan kedua senyawa tersebut relatif tinggi pada buah klimakterik seperti
buah salak. Dengan teknik kontrol atmosfer dimana pada buah diberikan
konsentrasi CO2 relatif tinggi mampu menurunkan kadar
tanin melalui terbentuknya ethanol dan acetaldehyde dalam buah melalui
respirasi anaerobik. Sehingga dengan cara ini juga dilakukan untuk menurunkan
rasa sepat buah kesemek (Yamada, 1994).
Total Padatan Terlarut
Perlakuan
pencelupan bauh salak ke dalam larutan ethanol tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap total padatan terlarut buah (Tabel 3). Namun dengan perlakuan dengan
uap ethanol, pada hari ke-4, total padatan terlarut meningkat nyata
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan uap
ethanol terhadap buah selama 24 jam di dalam kantong plastik adalah efektif
meningkatkan total padatan terlarut yang sering dianalogkan dengan kadar gula.
Hal ini memungkinkan karena kontak dengan uap ethanol, dimana ethanol dalah
senyawa yang larut dalam air, dengan mudah berdifusi ke dalam daging buah
salak.
Fenomena
yang sama diperlihatkan pada jeruk Valencia, di mana uap ethanol yang
diperlakukan terhadap buah tersebut mampu berdifusi ke dalam albedo (rind) dan
bahkan sampai kedalam juis buah secara nyata. Keberadaan ethanol dalam albedo
bahkan mampu mencegah infeksi penyakit jamur hijau yang disebabkan oleh Penicillium digitatum (Utama, 2000).
Peningkatan kadar gula akibat endegenous ethanol dilaporkan oleh Pesis dan
Avisar (1989), dimana meningkatnya rasio gula-asam dari jeruk Valencia yang disimpan di dalam atmosfer termodifikasi
disebabkan oleh meningkatnya kadar ethanol dan acetaldehyde di dalam buah.
Tabel 3. Kadar
total padatan terlarut buah salak akibat pencelupan ke dalam berbagai
konsentrasi larutan ethanol selam penyimpanan pada suhu 20oC.
Perlakuan
pencelupan
|
Total
padatan terlarut (oBrix)
|
|
dalam
larutan ethanol
|
Hari
ke-2
|
Hari
ke-4
|
Kontrol
|
16.15
b
|
18.00
b
|
0%
|
16.00
b
|
19.75
ab
|
25%
|
16.10
b
|
20.00
a
|
50%
|
16.75
a
|
19.75
ab
|
75%
|
16.50
ab
|
19.25
ab
|
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan
pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Tabel 4. Kadar
total padatan terlarut buah salak akibat perlakuan uap ethanol di dalam kantong
plastik PE selama 24 jam selama penyimpanan pada suhu 20oC.
Perlakuan
volume
|
Total
padatan terlarut (oBrix)
|
|
ethanol per kantong plastik
|
Hari
ke-2
|
Hari
ke-4
|
Kontrol
|
16.90 a
|
19.10
d
|
0
mL
|
17.00
a
|
19.60
cd
|
5
mL
|
17.15
a
|
20.35
b
|
10
mL
|
16.65
a
|
20.20
bc
|
15
mL
|
17.20
a
|
21.00
a
|
20
mL
|
16.90
a
|
21.00
a
|
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan
pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Volume headspace kantong plastik 5 L.
Total asam
Tabel 5
dan 6 menunjukkan bahwa perlakuan dengan ethanol baik berupa larutan maupun
berupa uap mampu menurunkan kadar asam buah. Penurunan kadar asam akibat
perlakuan larutan ethanol baru terlihat nyata setelah penyimpanan hari ke-8,
namun dengan perlakuan uap, penurunan kadar asam telah mulai terlihat mulai
hari ke dua penyimpanan. Dengan demikian, perlakuan dengan uap lebih efektif
dibandingkan dengan ethanol berupa larutan. Dengan meningkatnya volume ethanol
dalam kantong plastik (5 – 20 mL per kantong), semakin menurun kadar asamnya.
Yang menarik dalam penelitian ini, bahwa hanya dengan pembungkusan
buah dalam kantong plastik dan tanpa ethanol (0 mL ethanol), mampu menurunkan
secara nyata kadar asam buah dibandingkan dengan kontrol. Penurunan kadar asam
ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi yang cenderung anaerobik di dalam
kemasan, yang mana kondisi ini mengakibatkan terbentuknya ethanol dan
acetaldehyde. Menurunnya kemasaman dari
jeruk Valencia
yang disimpan di dalam atmosfer termodifikasi disebabkan oleh meningkatnya
kadar ethanol dan acetaldehyde di dalam buah (Pesis dan Avisar, 1989).
Tabel 5. Kadar
total asam buah salak akibat pencelupan ke dalam berbagai konsentrasi larutan
ethanol selam penyimpanan pada suhu 20oC.
Perlakuan
pencelupan
|
Total
asam (%)
|
||
dalam
larutan ethanol
|
Hari
ke-2
|
Hari
ke-4
|
Hari
ke-8
|
Kontrol
|
0.40 a
|
0.39
a
|
0.40 a
|
0%
|
0.39
a
|
0.38
c
|
0.33 b
|
25%
|
0.36
b
|
0.30 c
|
0.30 d
|
50%
|
0.40
a
|
0.33 bc
|
0.31 c
|
75%
|
0.43 c
|
0.35
b
|
0.28 e
|
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan
pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
Tabel 6. Kadar
total asam buah salak akibat perlakuan uap ethanol di dalam kantong plastik PE
selama 24 jam selam penyimpanan pada suhu 20oC.
Perlakuan
volume
|
Total
asam (%)
|
||
ethanol per kantong plastik
|
Hari
ke-2
|
Hari
ke-4
|
Hari
ke-8
|
Kontrol
|
0.36
a
|
0.36 a
|
0.32
a
|
0
mL
|
0.36
a
|
0.30
b
|
0.24 b
|
5
mL
|
0.29
b
|
0.26 c
|
0.23
b
|
10
mL
|
0.29
b
|
0.26 c
|
0.21
c
|
15
mL
|
0.29
b
|
0.25 d
|
0.21
c
|
20
mL
|
0.28
b
|
0.24 d
|
0.20
c
|
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dan
pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Volume headspace kantong plastik 5 L.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
·
Perlakuan ethanol baik berupa
larutan maupun uap terhadap buah salak mampu menurunkan rasa sepat yang
dicerminkan dengan penurunan kadar tanin. Dengan hanya 50% larutan ethanol atau
10 mL ethanol yang ditempatkan bersama-sama dengan 20 buah salak selama 24 jam
di dalam kantong plastik, secara nyata mampu menurunkan kadar tanin.
·
Perlakuan uap ethanol 5 mL per kantong plastik secara nyata
meningkatkan total padatan terlarut yang mencerminkan kadar gula buah salak.
Semakin meningkat volume ethanol yang ditempatkan dalam kantong plastik, maka
semakin meningkat kadar gulanya. Dengan perlakuan ethanol berupa uap adalah lebih
efektif meningkatkan kadar gula dibandingkan dengan perlakuan berupa larutan
ethanol.
·
Perlakuan ethanol berupa
larutan dan uap telah pula mampu menurunkan kadar asam buah. Semakin meningkat konsentrasi ethanol yang
diperlakukan maka semakin menurun kadar asamnya. Hanya dengan menempatkan buah
dalam kantong plastik, yang menimbulkan kondisi atmosfer termodifikasi,
menyebabkan penurunan kadar asam dibandingkan dengan kontrol.
Saran
Ethanol dinyatakan statusnya sebagai GRAS oleh FDA-USA dan telah banyak
dipergunakan dalam industri makanan, maka penggunaan ethanol untuk menurunkan
rasa sepat buah salak akan memberikan nilai tambah terhadap buah tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dirancang
metode untuk aplikasinya dilapangan yang mudah dilakukan oleh individu petani,
kelompok tani maupun dalam kelompok usaha bersama.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Propinsi Bali.1999. Data Bali Membangun.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi
Bali.2000. Distribusi dan Pemasaran Komoditas Pertanian.
Hutton, W.1996. Tropical Fruits of Indonesia. Periplus Rditions. 62
pp.
Kelly, M.O., and Saltveit, Jr. M.E.1988. Effect on endegenously
synthesized and exogenously applied ethanol on tomato fruit ripening. Plant
Physiol. 88:143-147.
Nursten, H.E.1970. Volatile
compounds: The aroma of fruits. In The
Biochemistry of Fruits and Their Products, Vol 1. Hulme, A.C. (edt). Academic Press London, NY.
239-267.
Paz, O., Janes, H.W., Prevost, B.A. and Frenkel C.1981. Enhancement
of fruit sensory quality by postharvest application od acetaldehyde and
ethanol. J. Food. Sci. 47:270-276. et al., 1981
Pesis, E. and Avisar, I.1989.
The postharvest quality of orange fruit as affected by pre-storage
treatments with acetaldehyde vapor or anaerobic conditions. J. Hort. Sci.
64(1):107-113.
Saltveit, Jr. M.E. and
Sharaf, A.R.1992. Ethanol inhibit ripening tomato fruit harvested at
various degrees of ripeness without affecting subsequent quality. J. Am. Soc. Hort. Sci. 117(5):793-798.
Utama, I M.S., Kuek, C and Yuen, C.M.C.1997. Efficacy of volatile
plant metabolites against decay microorganisms.
Proc. Of Australasian Postharvest Horticulture Conference; Globalisation; the chalenge to home and
export market. 28 Sept. – 3 Oct. 1997, Sydney, Australia.
Utama,
I M.S.2000. Control of Fruit and Vegetable Decay Microorganisms with Plant
Volatiles (Thesis Ph.D.), Dept. of Food Technol., Newcastle Univ. Australia.
Wills,
R. B. H., McGlasson, B., Graham, D., and Joice, D.1997. Postharvest. An
Introduction to the Physiology and Handling of Fruits, Vegetables and
Ornamentals. 4th Edt. Univ.
Of New South Wales Press Ltd., Sydney. 262 pp.
Tungsten Titanium & Tungsten Titanium | Tungsten Titanium-arts.com
BalasHapusTungsten Titanium & Tungsten Titanium trekz titanium are 2020 ford ecosport titanium two of titanium earrings sensitive ears the newest premium titanium hair metal products. Made in Solingen, Germany. babyliss pro titanium flat iron Tungsten Titanium combines high quality of Tungsten $19.95 · In stock